Welcome to Borneo Community Global

Jumat, 17 September 2010

Sejarah Muara Teweh ( Kabupaten Barito Utara)


SEJARAH KABUPATEN BARITO UTARA


Beberapa catatan/data ringkas yang bersumber dari pihak Belanda antar lain dari BOSHRIJVING VAN ZUID Borneo (1838), Kronik van Banjarmasin (disertasi 1828), Banjarmasin on de Compagnie (disertasi 1931), Banjarmasinsche krijg 1859-1863 dan kroniek der Zuider en Ooosteragdeeling van Borneo (karangan Einsnburger 1936 dan lain-lain.
1365 M Nama
Barito sebagai nama suatu sungai besar yang dimaksudkan pula sebagai nama kawasan Barito terdapat dalam Naskah NEGARAKERTAGAMA, karangan Pujangga PRAPANCA dari Majapahit.
Tahun 1400 M Hikayat Banjar yang naskahnya terdapat dalam Perpustakaan British Museum of London ada menyebutkan mengenai rakyat dari beberapa daerah di Kalimantan termasuk kawasan Barito turut menyampaikan Selamat kepada Pangeran SURYANATA dari Majapahit selaku Raja Banjar yang pertama.
1526M Hikayat Banjar menurut PATIH BANDAR MASIH di Banjarmasin menyampaikan pengumuman keberbagai daerah termasuk kawasan Barito dan tentang Pangeran Samudra yang telah berhasil menjadi Raja Banjar.
1590M Peter Vantimaglia, seorang Rohaniawan Portugis di Banjarmasin. Setahun kemudian beliau mudik Sungai Barito menuju tanah Dusun dalam rangka mengembangkan agama Kristen. Setelah mengunjungi n15 bh kampung, tepatnya di Muara Montallat tidak terdengar lagi beritanya.
1792M Pelda Hartman mendapat perintah melakukan ekspedisi ke tanah Dusun. Disekitar Muara Teweh di Lewu Tanjung Layen terjadi perkelahian dengan rakyat, Hartman dengan 4 orang anggotanya gugur.

sejarah sampit

Orang pertama yang membuka daerah kawasan Sampit pertama kali adalah orang yang bernama Sampit yang berasal dari Bati-Bati, Kalimantan Selatan sekitar awal tahun 1800-an. Sebagai bukti sejarah, makam “Datu” Sampit sendiri dapat ditemui di sekitar Basirih. “Datu” Sampit mempunyai dua orang anak yaitu Alm. “Datu” Djungkir dan “Datu” Usup Lamak. Makam keramat “Datu” Djungkir dapat ditemui di daerah pinggir sungai mentaya di Baamang Tengah, Sampit. Sedangkan makam “Datu” Usup Lamak berada di Basirih.

Sedangkan kata Sampit menurut versi buku “Merajut Sampit dalam Persfektif Global” karya Drs. Wahyudi K. Anwar(Bupati Kotawaringin Timur) berasal dari bahasa China atau pun berbagai versi lainnya adalah salah besar. Buku tersebut menurut Drs H. Madjedi Filmansyah, MBA adalah membodohi orang Sampit akan kebenaran Sejarah Sampit yang sebenarnya atau bahasa Banjarnya buku Wahyudi tersebut “mambunguli urang banyak tentang sejarah Sampit”.

Sejarah Katingan

Prasasti Pembentukan Kabupaten Katingan
Setelah melalui perjalanan cukup panjang, lebih kurang 30 tahun lamanya, Katingan adalah sebuah aliran sungai yang membentang dari Laut Jawa ke arah utara hingga mencapai perbatasan Kalimantan Barat, sejak zaman Belanda dan kemerdekaan hingga akhir 1961, Katingan berstatus Kewedanaan Sampit Timur dengan ibukota Kasongan.
Pada tanggal 8 Januari 1962 Gubernur KDH Tingkat I Kalimantan Tengah Tjilik Riwut menetapkan nama Katingan berstatus sungai sebagai daerah persiapan Kabupaten Katingan terhitung tanggal 1 Januari 1962. Tanggal 24 April 1965 Gubernur KDH Tingkat I Kalimantan Tengah Tjilik Riwut menetapkan wilayah Katingan menjadi Kabupaten Administratif dengan ibukota Kasongan. Pada tahun 1979 dirubah statusnya menjadi Pembantu Bupati diperkuat dengan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor : 04 tahun 1997.
Dari tahun1997 sampai dengan 2002, berbagai elemen masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, unsur politik dan organisasi kemasyarakatan terus menerus memperjuangkan melalui DPRD Tk. II Kotawaringin Timur, Pembantu Katingan dan Gubernur Kalimantan Tengah. Tahun 1999 dikirim surat ke Menteri Dalam Negeri tentang Pemekaran Daerah Kabupaten Katingan di Kalimantan Tengah. Pada tanggal 31 Juli 2000 DPRD Tk. I Kalimantan Tengah menyetujui pemekaran Kabupaten / Kota Propinsi Kalimantan Tengah. Pada tanggal 14 April 2002 keluar Undang-Undang Nomor 5 tahun 2002 tentang pembentukan 8 Kabupaten / Kota di Kalimantan Tengah. Tanggal 3 Juni 2002 dilakukan peresmian Kabupaten hasil pemekaran oleh Menteri Dalam Negeri di Jakarta.

Kamis, 16 September 2010

Sejarah Kota Kuala Kapuas

Kota Kuala Kapuas dibangun jauh sebelum adanya Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah (Palangka Raya). Kabupaten Kapuas adalah salah satu dari kabupaten otonom eks daerah Dayak Besar dan Swapraja Kotawaringin yang termasuk dalam wilayah Karesidenan Kalimantan Selatan. Suku Dayak Ngaju merupakan penduduk asli Kabupaten Kapuas.
Menurut penuturan pusaka “Tetek Tatum”, nenek moyang suku Dayak Ngaju pada mulanya bermukim di sekitar Pegunungan Schwaner di Sentral Kalimantan. Barulah pada perkembangan berikutnya suku Dayak Ngaju bermukim dan menyebar di sepanjang tepi Sungai Kapuas dan Sungai Kahayan. Pemukiman betang di Sungei Pasah, merupakan satu-satunya bukti sejarah di Kota Kuala Kapuas yang masih ada. Tahun 1806 dijadikan sebagai tonggak sejarah berdirinya Kota Kuala Kapuas.

Selasa, 14 September 2010

Sejarah Kota Palangkaraya


Tidak banyak kota di Idonesia yang benar-benar dibangun dari nol setelah kemerdekaan. Di antara yang sedikit itu, Palangkaraya salah satunya. Empat puluh sembilan tahun lalu, ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah ini dibangun di kawasan hutan belantara. Ketika hutan dibuka... muncullah Palangkaraya.
Tahun 1959, Palangkaraya betul-betul masih berupa hutan, dipenuhi pepohonan besar," kata sesepuh masyarakat Kalimantan Tengah Sabran Achmad di Palangkaraya, Kamis (20/7). Palangkaraya tumbuh sebagai kota yang kian berkembang. Relatif cepat. Akhir Juli 2005, setahun lalu misalnya, hanya ada sekitar sepuluh kafe dan warung tenda berjejer di ruas trotoar sepanjang 30 meter di Jalan Yos Sudarso. Suasana malam di sekitar bundaran besar Palangkaraya belum begitu semarak.
Makin banyaknya warung tenda tersebut tak lepas dari makin panjangnya pemasangan cor beton di trotoar jalan yang mengarah ke kawasan Universitas Palangkaraya. Tersedianya ruang publik telah menghilangkan kesan Palangkaraya mati di malam hari.